Memilih Buku Bergizi untuk Anak
Anak-anak kita yang masih lucu-lucu, perlu kita lindungi kesehatan pikiran dan mentalnya dengan memberi bacaan bergizi
oleh Mohammad Fauzil Adhim
Aku Bisa Pakai Kaos Kaki Sendiri. Begitu judul salah satu
buku kesukaan anak saya -yang sekarang sudah tidak berbentuk lagi. Buku
itu saya beli sewaktu jalan-jalan dengan anak saya yang ketiga, Muhammad
Hibatillah Hasanin. Di rumah, kami memang biasa menjadikan toko buku
sebagai tempat jalan-jalan, tujuan rekreasi, dan sekaligus sebagai
hadiah terindah bagi anak-anak. Meskipun kadang saya harus belajar
menahan diri untuk tidak membeli setiap buku yang menarik, tetapi toko
buku tetap menjadi tempat rekreasi terindah.
Kalau ada buku bagus seperti itu, biasanya mereka minta ibunya
membacakan. Kadang lampu sudah dimatikan pun mereka masih bersemangat
minta dibacakan buku. Sekarang yang lagi semangat-semangatnya membaca
adalah Muhammad Nashiruddin An-Nadwi, anak keempat kami yang usianya dua
tahun satu bulan. Kadang-kadang bingung juga menghadapinya. Mata sudah
mengantuk, lampu sudah dimatikan, tetapi Owi -begitu kami biasa
memanggil-masih saja minta dibacakan buku. Apalagi kalau kakaknya turut
serta minta dibacakan. Untunglah si sulung, Fathimah, sudah bisa
mengajari adik-adiknya sekarang. Sering kalau ada buku bagus, Fathimah
yang membacakan buku untuk adik-adiknya. Atau kadang Fathimah membaca
buku untuk dirinya sendiri, kemudian adiknya datang ikut nimbrung
mendengarkan.
Alhamdulillah, Fathimah sudah lancar membaca semenjak ia
masih belajar di Taman Kanak-kanak. Tepatnya di TKIT Salman Al-Farisi
Warungboto, Yogyakarta. Sekarang usianya tepat enam tahun, duduk di
kelas satu SDIT Salman Al-Farisi Klebengan, Yogyakarta. Banyak buku yang
ia sukai. Salah satunya adalah seri Ensiklopedi Bocah Muslim. Buku ini
merupakan salah satu favorit anak-anak. Saking favoritnya, seri 15
Ensiklopedi Bocah Muslim sudah rusak. Padahal kami beli belum terlalu
lama. Owi rupanya memanfaatkan ensiklopedi ini sebagai buku mewarnai.
Sementara ia biasa menggoreskan crayon dengan kekuatan penuh.
Ada cerita tersendiri tentang Ensiklopedi Bocah Muslim ini.
Sebelum beredar, saya sudah mendengar kabar dari Mas Ali Muakhir -editor
di penerbit DAR! Mizan yang menerbitkan ensiklopedi tersebut. Waktu itu
saya sedang berada di Bandung. Begitu pulang ke Yogya, saya ceritakan
kabar dari Mas Ali ini kepada istri saya maupun kepada Fathimah dan
adik-adiknya. Antusias sekali mereka. Apalagi ketika saya mendapat
undangan peluncuran buku ini di Jakarta. Meskipun saya tidak bisa hadir,
tetapi gambar di kartu undangan telah merangsang rasa ingin tahu
mereka.
Bulan Maret 2004, ada Islamic Book Fair di Yogyakarta. Salah satu
stand menjual ensiklopedi tersebut. Segera saja kami berunding.
Fathimah punya celengan uang receh di rumah. Adik-adiknya punya
celengan juga. Mereka berunding dan sepakat memecah semua celengan
mereka. Terkumpullah uang yang membuat mata mereka berbinar-binar. “Wow,
Pak. Banyak sekali!” kata Husain, anak saya yang kedua. Tapi uang
sejumlah itu tetap masih kurang. Oh, ada tabungan Fathimah di sekolah.
Kalau diambil mungkin mencukupi.
Esoknya tabungan itu diambil dan ternyata masih belum cukup. Lalu
Fathimah berkata, “Ibu, bagaimana? Aku kepingin beli ensiklopedi.” Lalu
Fathimah dan ibunya berbicara dengan saya, minta supaya ditambah dengan
uang saya. Alhamdulillah, ada rezeki. Bisa buat menutupi kekurangan.
Ensiklopedi pun kami beli saat itu (Fathim, alhamdulillah ya, Nak. Kita
punya sesuatu yang lebih baik daripada TV. Ensiklopedi harganya lebih
mahal lho daripada TV).
Kembali ke soal buku Aku Bisa Pakai Kaos Kaki Sendiri.
Hasanin segera saja memperoleh kegembiraan tersendiri ketika buku itu
dibacakan ibunya. Saudara-saudaranya ikut serta. Mereka berkumpul
melingkar, mengitari kaki ibunya. Mereka terpingkal-pingkal mendengar
cerita tentang kaos kaki yang dipakai terbalik. Mereka bergembira. Dan
yang lebih menggembirakan saya, Husain dan Hasanin bersemangat pakai
kaos kaki sendiri. Tapi di rumah, anak laki-laki tidak biasa pakai kaos
kaki-sebagaimana saya sendiri tidak biasa memakainya. Mereka kemudian
belajar pakai celana sendiri dan baju sendiri-ketika itu usia Hasanin
belum mencapai tiga tahun. Dan uff… jatuh. Dua kaki masuk satu lubang.
Tentu saja sulit bergerak. Dan karena tidak seimbang, segera saja
Hasanin terjatuh. Dan lihat apa yang terjadi dengan kakaknya? Rupanya
Husain juga demikian. Jadilah mereka saling tertawa.
O ya, masih ada buku lain yang kami beli pada kesempatan berikutnya. Aku Berani Minum Obat.
Buku tipis ini memberi manfaat yang besar. Saya tidak tahu pasti apakah
anak saya terpengaruh oleh buku ini atau terpengaruh oleh cara ibunya
meminumkan obat yang cerdas dan menarik. Yang jelas kami syukuri, Owi
sangat mudah diminumi obat. Sejak usianya belum satu setengah tahun, ia
begitu mudah menerima obat yang disodorkan kepadanya. Kalau pahit? Ia
akan segera meminta segelas teh.
Banyak pengalaman menarik dari kegiatan sehari-hari bergaul dengan buku. Membaca buku Aku Sayang Adik
(DAR! Mizan), Fathimah menjadi lebih sayang dengan adik-adiknya.
Fathimah suka menggendong adiknya, mengajaknya bermain, dan
mendiamkannya apabila menangis.
Ada buku-buku lain yang mengesankan. Tetapi pada kesempatan kali ini,
biarlah saya mencukupkan cerita saya sampai di sini. Ada yang lebih
penting untuk saya sampaikan. Mengingat begitu kuatnya pengaruh buku
-lebih-lebih pada masa kanak-kanak-maka penting sekali kita perhatikan
nilai gizi buku untuk anak-anak kita. Ibarat makanan, kandungan gizi
buku sangat mempengaruhi cara berpikir, bersikap, dan bertindak anak.
Inilah yang sangat perlu kita perhatikan mengingat usia mereka
merupakan masa paling strategis untuk membangun fondasi kepribadian,
termasuk di dalamnya fondasi paradigma berpikir, bersikap, dan
bertindak. Pada masa-masa ini pula kepekaan emosi anak sangat efektif
untuk diasah atau justru ditumpulkan.
Kalau David Shenk menggambarkan sebagian besar informasi yang beredar di era informasi sekarang ini sebagai kotoran dan buangan, seperti tercermin dalam judul bukunya Data Smog (Kotoran Data); dan kotoran itu menyebabkan kita mengalami brain meltdown (penurunan kemampuan otak), maka bagaimana lagi jika anak-anak yang-ibarat komputer-operating systemnya
belum terbangun kokoh?
Sama seperti bayi yang perlu dilindungi dengan
memberi makanan terbaik berupa ASI, anak-anak kita yang masih
lucu-lucunya itu juga perlu kita lindungi kesehatan pikiran dan
mentalnya dengan hanya memberi bacaan-bacaan bergizi. Melalui
bacaan-bacaan bergizi tersebut, mereka akan memiliki kekuatan yang
kokoh, imunitas yang tangguh, dan rangsangan berpikir maupun mental yang
kaya.
Buku bergizi berbeda dengan buku yang menarik. Sekadar menarik saja
tidak cukup sebagai alasan untuk memilih buat anak kita. Tetapi buku
bergizi yang tidak menarik, sulit membuat anak bergairah membacanya,
kecuali kalau orangtua menunjukkan antusiasmenya yang besar atau anak
memang sudah gila membaca. Pada sebagian buku yang benar-benar bergizi,
baik tulisan maupun ilustrasi, benar-benar merangsang pikiran, perasaan,
dan imajinasi anak.
Menimbang Gizi Buku Anak
Bincang soal buku bergizi, apa saja sih yang menentukan gizi sebuah buku wa bil khusus buku anak-anak? Beberapa catatan berikut, mudah-mudahan bermanfaat.
Kita bicara secara ringkas saja tentang gizi buku buat anak-anak kita.
Pertama,
kita perhatikan kesesuaian buku dengan anak. Sue Bredekamp sangat
menekankan aspek kesesuaian ini untuk memperoleh keberhasilan yang
maksimal. Anak benar-benar menyerap manfaat yang besar tanpa harus
merasa terbebani. Kesesuaian (appropriateness) itu mencakup kesesuaian
usia dan kesesuaian individual.
Saya tidak hendak mendiskusikan terlalu jauh tentang kesesuaian
individual ini. Saya hanya ingin menekankan bahwa setiap buku anak,
seharusnya sesuai dengan tahap perkembangan di usia yang menjadi
bidikan buku tersebut. Tampaknya, masih banyak penerbit yang belum
mampu membidik umur sasaran dengan baik. Bayangkan, ada buku anak yang
ditujukan untuk anak TK hingga SD kelas enam. Ini luar biasa (luar biasa
mengherankan!). Padahal karakteristik perkembangan di rentang usia itu
sangat beragam dan benar-benar berbeda.
Kedua, daya rangsang buku untuk memantik gagasan-gagasan
segar pada anak, baik yang secara langsung ditulis atau pun tidak.
Sering saya jumpai buku-buku anak yang pesan permukaannya (surface
message) bagus, tetapi di dalamnya (inner message) buruk. Sekilas isinya
bergizi, tetapi tanpa disadari -kadang penulisnya pun tak sadar
memantik gagasan buruk pada anak (inspiring bad).
Ketiga, kekuatan gagasan dan alur cerita. Ilustrasi yang
bagus akan sangat menunjang kuatnya alur yang diciptakan penulisnya.
Gagasan yang kuat dan memiliki pijakan yang mampu membangun visi anak,
akan lebih bertenaga apabila disampaikan dengan bahasa yang sederhana
dan hidup. Kekuatan bahasa inilah pertimbangan keempat dalam menakar gizi buku anak. [www.hidayatullah.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar