Belajar Membaca: Bisa Karena Biasa
Tulisan ini saya dedikasikan buat teman-teman yang bertanya tentang Cara Mengajar Anak Membaca. Semoga bermanfaat
Zaman dulu, anak 5 tahun bisa membaca adalah sesuatu yang langka.
Orang tua juga jadi kecipratan bangga. Tapi saat ini, di mana dunia
aksara sudah makin mewabah, akses terhadap bahan bacaan kian mudah, anak
3 tahun bisa membaca juga bukan lagi perkara langka. Persoalannya,
bagaimana membuat anak-anak bisa membaca?
Berdasarkan pengalaman saya, cara mengajar anak membaca sebenarnya
tidak membutuhkan hal-hal yang baku, rumit, dan sangat terstruktur. Saya
memang mengajar anak pertama dengan metode yang lumayan butuh
pengorbanan, yaitu metode Glen Doman. Tiap malam sibuk bikin kartu baca.
Tapi lucunya, untuk mengajari anak kedua, saya hanya pakai buku tulis
biasa plus pensil/balpoin. Belajarnya hanya 5 menit sebelum tidur atau
pas waktu senggang. Saya pun baru memulainya pada usia 4,5 tahun.
Satu hal yang tidak berbeda antara kedua anak saya adalah, mereka
sama-sama sangat suka membaca. Luqman, anak kedua, meskipun ia belum
lancar baca tapi bisa bertahan lebih dari 30 menit untuk dibacakan buku.
Bukan kami yang memintanya, melainkan dia sendiri yang memohon.
Kadang-kadang bukan hanya orang tuanya atau kakaknya yang membacakan
buku, siapa saja yang datang ke rumah, neneknya ataupun tantenya bisa
saja di ‘todong’ untuk membacakan dia buku. Kesimpulannya, anak-anak
sangat akrab dengan buku.
Semalam, saat saya mencicil buku To Kill a Mockingbird, saya
menemukan kisah yang menarik.
Diceritakan bahwa salah seorang tokoh
bernama Scout, saat ia memasuki kelas satu SD telah lancar membaca
koran, padahal teman-temannya yang lain baru akan diajari alfabet dan
mengeja. Kemampuannya itu membuat gurunya sedikit kesal. Sang guru
menyuruh Scout berkata pada ayahnya agar tidak mengajarinya lagi di
rumah.
Scout bingung. Ia pun berkata pada gurunya bahwa ayahnya tak pernah
mengajarinya. Ayahnya terlalu sibuk. Jika pun ayahnya ada di rumah, ia
malah sibuk membaca, sehingga tak sempat untuk mengajarinya membaca.
Mendengar penjelasan muridnya itu, sang guru tidak percaya dan
bersikukuh agar Scout menyampaikan pesan pada ayahnya agar berhenti
mengajarinya di rumah. Sang guru yakin bahwa tidaklah mungkin seorang
anak bisa membaca tanpa diajari siapapun.
Rupanya, memang bukanlah belajar secara sengaja yang membuat Scout
bisa membaca, melainkan karena ia selalu berada di dekat dan bahkan di
pangkuan ayahnya saat sang ayah (yang seorang pengacara) membaca
keras-keras koran, draft undang-undang, ataupun kitab hukum.
Karena saking seringnya hal itu dilakukan. Scout kecil akhirnya bisa
memecahkan rahasia kode-kode gabungan huruf tanpa ia sadari. Ia bisa
membaca sebagaimana ia bisa mengancingkan baju. Semua tanpa proses yang
terstruktur. Semua mengalir sebagai sebuah kebiasaan yang terus menerus.
Nah, dari semua fakta tersebut, saya menyimpulkan bahwa, sesungguhnya
BISA MEMBACA tak selalu merupakan hasil dari belajar secara
terstruktur. Bisa saja hal itu adalah output dari gemar membaca.
Kalau kita tidak menetapkan target kemampuan anak berdasarkan waktu
atau usia mereka, maka cara ini adalah yang paling mudah, yaitu:
Membacakan buku pada anak-anak setiap hari sampai mereka memiliki
ketergantungan luar biasa pada buku. Lama kelamaan hal itu akan membuat
mereka tergerak sendiri untuk belajar, entah dengan meminta bantuan kita
ataupun belajar dengan sendirinya. Apakah Anda percaya?
Betapa banyak anak yang digegas untuk bisa baca hanya karena syarat
untuk masuk sekolah, tapi akhirnya tak suka membaca. Menurut saya, bisa
membaca hanyalah alat, sedangkan SUKA MEMBACA adalah target utama.
Supaya keduanya tercapai, maka mengakrabkan anak-anak dengan buku sedari
kecil, itulah cara yang tepat. Tak perlu buku mahal, buku murah atau
buku bekas pun bisa, asalkan isinya bermutu/Maya A Pujiati.
Sumber : www.duniaparenting.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar